Rabu, 12 Februari 2014

Bapakku Suka Bunga

Gambar: jogjis.com

Entahlah, tiba-tiba terbesit untuk ambil hape dan pencet-pencet keypad. Sebenarnya sudah pengin tidur, tetapi belum terlalu malam. Mau baca-baca kitab kok pikiran lagi suntuk, kepala juga cekot-cekot. Suntuk, gundah-gulana dan konco-konconya memang sewaktu-waktu datang tanpa diundang. Hush, ini kok malah jadi mengeluh; nggak boleh! :D 


Well, kayaknya tak salah kalau kali ini kita mencoba cuap-cuap seputar teologi. Hm, sebelumnya saya mau cerita sebentar.

Dulu, sewaktu di Indonesia, saya punya kenalan yang seakan-akan sudah menjadi saudara sendiri. Dia orang Kudus, Jawa Tengah. Kita sebut saja dia dengan si A. Awal perkenalan saya bermula ketika dia sering berkunjung dan berobat ke rumah (bapak saya). Saya kurang tahu pasti penyakitnya; yang jelas semacam gangguan mental. Bapak saya memang seorang "tabib" yang membantu menyelesaikan masalah kejiwaan seseorang. Waktu itu, si A ini masih beragama Kristen. Bapak, ibu dan keluarga saya menerimanya dengan senang hati. Kami memperlakukan sama; menjamu serta menyediakan kamar seperti tamu-tamu lainnya (jika ingin bermalam).

To the poin, akhirnya atas izin Allah, A sembuh dari penyakit mental yang dialaminya. Tak berapa lama kemudian, dia menyatakan diri bahwa dirinya ingin masuk agama Islam.

Saya lupa kapan tepatnya, yang jelas si A akhirnya mengikrarkan syahadatnya di masjid Baitul Muttaqien, samping rumah saya. Masyarakat pun menyaksikan ikrar suci tersebut.

Setelah itu, hubungan si A dengan keluarga saya bertambah erat, termasuk saya sendiri.

Setelah saya pikir, pergaulan dan akhlak seorang muslim itu akan berefek besar terhadap orang-orang non muslim. Kisah masuk Islamnya si A, (menurut saya), tak terlepas dari cara bergaul bapak-ibu saya. Bukan berniat riya', sombong dan sejenisnya; saya memang kagum pada cara bapak-ibu saya dalam melayani tamu-tamu. Walaupun (terkadang) bapak-ibu sedang punya masalah pribadi terkait keluarga, hal tersebut tetap tidak berefek terhadap pelayanan kepada setiap tamu. Bapak-ibu juga "mewajibkan" kepada keluarga, agar selalu menyajikan "makan besar" saat ada tamu. Bapak-ibu tak lupa menyelipkan "tawa", saat ngobrol dengan tamu-tamu. Selain itu, bapak-ibu jeli sekali dalam melihat kebersihan dan kenyamanan ruang tamu. Di dalam dan luar rumah, dihiasi bunga-bunga, untuk menambah "kesegaran" mata. Bahkan bapak saya sendiri, sangat menyukai bunga-bunga. Saat pulang dari bepergian, tak jarang membawa oleh-oleh bunga :D Bapak saya juga tak kalah dengan ibu saya hehe :D

Well, kembali ke akhlak. Saat bergaul dengan non muslim, "akhlak" inilah yang akan membuat mereka merasa nyaman. Mereka kemudian tertarik untuk berkenalan lebih jauh kepada kita dan juga "prinsip" kita. Dari sana akan berlanjut ke hubungan yang lebih harmonis. Kita tak pernah memaksa non muslim manapun untuk masuk agama Islam. Ayat dalam Al Quran pun jelas melarangnya. Namun, jika kemudian ada orang yang tertarik untuk mempelajari Islam bahkan tertarik untuk masuk ke dalam agama Islam, ya itu semata-mata kehendak Allah Ta'ala.

Begitu akhlak dan tata krama dalan pergaulan; mampu menjadi kekuatan ampuh untuk "menjelaskan" Islam itu sendiri kepada siapa saja, termasuk kepada non muslim. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri datang ke muka bumi, untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Itulah praktik daripada teori-teori agama.

Ya, itulah sedikit kenangan yang tiba-tiba teringat begitu saja. Semoga bermanfaat. Ini kepala mulai cekot-cekot lagi. Sudah dulu ya, matur nembah suwun and terima kasih :)

Pojok kamar asrama, Kampung Sepuluh, Nasr City, Kairo, 29/12/13


*)Repost dari catatanku di Facebook