Kamis, 24 September 2009

Indonesia Under Cover

Oleh: M. Irja Nasrulloh Majid

Indonesia, bangsa beragam warna dan berjuta wajah. Sebuah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau, dan berjuta-juta flora dan fauna. Warna kulit yang berbeda dari pulau ke pulau yang lain menjadi daya tarik dan anugerah Ilahi untuk Indonesia. Kekayaan sumber daya alam, hijaunya hutan, dan birunya lautan, benar-benar menjadi surga yang Tuhan torehkan untuk sebuah bangsa yang menjaga keramahtamahan di antara manusia. Kebudayaan Indonesia, dari barat sampai timur juga berperan dalam memoles bumi pertiwi menjadi cantik dan bersahaja.
Indonesia telah mengukir sejarah hitam dan putih sejak enam puluh empat tahun yang lalu, masih cukup muda. Banyak cara dan kesempatan yang bisa dilakukan untuk terus meningkatkan kualitas Indonesia seiring dengan umurnya yang akan terus meningkat.
Indonesia…I love you…
Ada hal luar biasa yang sebenarnya membuat Indonesia sangat berarti, yaitu Islam. Islam yang telah membawa perubahan bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Islam adalah rahmat yang terbesar dan terindah untuk bumi nusantara. Dengan adanya Islam, kepercayaan animisme dan dinamisme mulai terkikis. Sistem kasta atau diskriminasi yang diajarkan Hindu dihapuskan. Konsep penyiksaan diri untuk meningkat ke derajat yang tinggi dalam Budha pun juga lambat laun rapuh. Islam yang telah membuka cakrawala kehidupan yang sangat luas adalah solusi dari pada masalah-masalah kehidupan. Kenapa Islam? Karena sesuai hakikat teologinya, Islam tidak mengenal sistem kasta, penyiksaan-penyiksaan jasadi, pengkultusan manusia, dan lain sebagainya. Islam mengajarkan bahwa segala tindakan manusia yang dilakukan secara ikhlas dan disertai niat yang tulus karena Allah adalah bernilai ibadah. Islam tidak mengajarkan bahwa untuk mencapai derajat tertinggi harus dengan cara penyiksaan jasadi. Setiap manusia bisa mencapai derajat tertinggi melalui usahanya, dan karenanya Islam tidak mengenal sistim kasta. Apa yang kita lihat saat ini bahwa umat Islam masih terbelakang adalah kesalahat umat Islam sendiri yang tidak melaksanakan ajaran asli seperti yang terpatri dalam Al-qur'an dan Sunah. Semua itu kesalahan umat Islam, bukan Islam. Bagaimanapun sejarah telah membuktikan, bahwa Islam pembawa cahaya disaat dunia sedang gulita. Islam menerangi dunia disaat eropa dalam masa-masa suram, yaitu abad pertengahan. Dunia tahu bahwa saat itu, gereja mengekang berkembangnya ilmu pengetahuan. Jelas sekali hal ini akan mengerdilkan otak untuk berpikir maju. Seorang ilmuan seperti Galileo galilei yang dihukum gereja karena menyatakan teori ilmiahnya adalah salah satu contoh bahwa masa itu eropa benar-benar dalam kekangan gereja. Bangsa eropa tak bisa bergerak dan berpikir bebas. Saat itu juga Islam datang memberi pencerahan di daratan eropa, seperti Spanyol yang lambat laun menjadi rujukan keilmuan dari seluruh penjuru dunia. Sayang hal tersebut punah akibat orang-orang Islam yang tidak konsisten terhadap agamanya. Hal yang terpenting untuk kita ingat bahwa Islam membuktikan bahwa Ia mampu memimpin dunia, mulai zaman Rasulullah saw di arab, sampai zaman kekhalifahan di Andalusia(Spanyol sekarang). Sekali lagi, adapun masa-masa sekarang bahwa umat Islam dalam keterpurukan adalah kesalahan umat Islam, bukan Islam. Pertanyaannya, apakah umat Islam sekarang mau mengembalikan kejayaan mereka pada masa lalu, atau cukup bernostalgia dengan kejayaan masa lalu itu? Pertanyaan serupa juga ditujukan kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Semua itu kembali kepada kejayaan Indonesia untuk masa-masa mendatang…
I love Indonesia…
Namun. di sisi lain kadang-kadang mata ini menerawang ke angkasa nusantara, dan tiba-tiba terbelalak jika tahu akan kejadian yang telah melukai wajah cantik ibu pertiwi. Kejadian-kejadian itu berproses dan semakin melapukkan tulang-tulang kokoh Indonesia. Sesuatu telah terjadi dan akan mencampakkan Indonesia ke jurang hitam, penuh darah dan nanah. Saat ini kebanyakan bangsa Indonesia tak tahu jati dirinya. Mereka terus terseret jauh, menyusuri lorong-lorong busuk berbau neraka. Bejatnya moral para penguasa masih saja terjadi dan memasung hak-hak rakyat yang kini tergolek lemah tak berdaya di bawah kolong-kolong jembatan. Bisnis-bisnis antar negara yang cenderung memberikan kesempatan besar bagi orang asing untuk mengeruk sumber daya alam Indonesia, tak pernah berhenti. Ini adalah data yang diliput metro TV, bahwa pengolahan terutama pengelola lapangan migas dimiliki perusahaan asing sebesar 85,40% dari 137 konsensi pengelolaan lapangan migas Indonesia. Sedangkan 14,6% adalah perusahaan nasional.Perampokan pun terjadi dengan dilegalkannya undang-undang. Pihak asing banyak menikmati migas Indonesia. Keleluasaan perusahaan asing untuk mengeruk sumber daya alam Indonesia mendapat legitimasi. Kelahiran undang-undang migas no. 22 tahun 2001 dan no. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, memperluas kesempatan pihak asing untuk menguasai sektor pertambangan. Menurut wahana lingkungan hidup, 84% produksi migas nasional dikuasai asing. Sebanyak 329 blog migas Indonesia dengan cadangan minyak mencapai 250-300 milyar barel dikuasi kontraktor asing. Dari seluruh daratan Indonesia yang mencapai 192, 257 juta hektar, maka luas lahan migas yang diberikan pemerintah kepada investor asing mencapai 49,65%. Nah, pertanyaan yang muncul kemudian, apakah kita harus berpihak pada penguasa yang sudah menjual kekayaan alam Indonesia, sedangkan rakyat menderita kemiskinan yang tak berujung. Bagaimana seharusnya kita mengambil sikap? Jawabannya ada pada diri Anda masing-masing.
I hate Indonesia…
Masih ada hal-hal lain yang membuat mata terus terbelalak dan kemudian kecewa. Hal tersebut berhubungan dengan merosotnya akhlak para pemuda yang tak memahami hakikat hidup. Mereka tak tahu bahwa mereka generasi penerus bangsa yang menjadi kunci eksistensi Indonesia. Dalam jarak yang sebentar saja, mereka akan segera mengambil alih tonggak kepemimpinan. Tapi, dengan melihat keadaan kebanyakan pemuda saat ini, maka eksistensi Indonesia diragukan. Para pemuda kurang peka terhadap penjajahan yang dilakukan secara halus melalui media televisi, internet, perlombaan menjadi artis instan, obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya. Mereka cenderung menikmati kenikamatan instan yang ditawarkan dan terlena akan sesuatu yang harus disipakan untuk masa depan negara Indonesia. Mereka kurang perhatian pada masalah-masalah keilmuan. Kalaupun mereka masuk lembaga keilmuan, mereka tak lebih dari melakukan hal-hal formalitas dan teoritis yang semua itu tak diwujudkan dalam tindakan nyata sebagai bekal untuk mempersiapkan masa depan mereka dan bangsa. Kapan kalian sadar wahai para pemuda…
I hate Indonesia…Masih saja mata ini terbelalak dan tiba-tiba melelehkan air mata jika mengetahui ada segolongan orang yang sengaja atau tidak, mencoba untuk merusak negerinya sendiri. Contoh dari pada hal ini adalah adanya Islam liberal. Memang orang-orang dalam barisan ini sering menggemborkan adanya kebebasan hak-hak manusia yang terpasung, modernitas, dan masih banyak dalih-dalih mereka yang cenderung mengibuli manusia. Dalih-dalih mereka ternyata sangat busuk dan lambat laun merusak manusia dan Islam itu sendiri. Mereka akan bilang bahwa orang-orang yang tidak setuju dengan mereka adalah orang-orang yang tidak paham akan Islam liberal itu sendiri. Sudahlah kita tidak usah berpanjang lebar untuk membuktikan ternyata menyimpan kebusukan teramat sangat. Tapi sebelumnya kita akan melihat beberapa pemikiran mereka yang saya pinjam dari tulisan Prof. KH. Ali Mustafa Yakub, MA., yang dimuat di dalam swaramuslim.net edisi 21 April 2005. Poin-poin pemikiran kelompok tersebut adalah sebagai berikut:1. Umat Islam tidak boleh memisahkan diri dari umat lain, sebab munusia adalah keluarga universal yang memiliki kedudukan yang sederajat. Karena itu larangan perkawinan antara wanita muslimah dengan pria non muslim sudah tidak relevan lagi
2. Produk hukum Islam klasik (fiqh) yang membedakan antara muslim dengan non muslim harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal manusia.
3. Agama adalah urusan pribadi, sedangkan urusan Negara adalah murni kesepakatan masyarakat secara demokratis.
4. Hukum Tuhan itu tidak ada. Hukum mencuri, zina, jual-beli, dan pernikahan itu sepenuhnya diserahkan kepada umat Islam sendiri sebagai penerjemahan nilai-nilai universal.
5. Muhammad adalah tokoh histories yang harus dikaji secara kritis karena beliau adalah juga manusia yang banyak memiliki kesalahan.
6. Kita tidak wajib meniru rasulllah secara harfiah. Rasulullah berhasil menerjemahkan nilai-nilai Islam universal di Madinah secara kontekstual. Maka kita harus dapat menerjemahkan nilai itu sesuai dengan konteks yang ada dalam bentuk yang lain.
7. Wahyu tidak hanya berhenti pada zaman Nabi Muhammad saja (wahyu verbal memang telah selesai dalam bentuk al-Qur'an). Tapi wahyu dalam bentuk temuan ahli fikir akan terus berlanjut, sebab temuan akal juga merupakan wahyu karena akal adalah anugerah Tuhan.
8. Karena semua temuan manusia adalah wahyu, maka umat Islam tidak perlu membuat garis pemisah antara Islam dan Kristen, timur dan barat, dan seterusnya.
9. Nilai islami itu bisa terdapat di semua tempat, semua agama, dan semua suku bangsa. Maka melihat Islam harus dilihat dari isinya bukan bentuknya.
10. Agama adalah baju, dan perbedaan agama sama dengan perbedaan baju. Maka sangat konyol orang yang bertikai karena perbedaan baju (agama). semua agama mempunyai tujuan pokok yang sama, yaitu penyerahan diri kepada Tuhan.
11. Misi utama Islam adalah penegakan keadilan. Umat Islam tidak perlu memperjuangkan jilbab, memelihara jenggot, dan sebagainya.
12. Memperjuangkan tegaknya syariat Islam adalah wujud ketidakberdayaan umat Islam dalam menyelesaikan masalah secara arasional. Mereka adalah pemalas yang tidak mau berfikir.
13. Orang yang beranggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan syariat adalah orang kolot dan dogmatis
14. Islam adalah proses yang tidak pernah berhenti, yaitu untuk kebaikan manusia. Karena keadaan umat manusia itu berkembang, maka Agama (Islam) juga harus berkembang dan berproses demi kebaikan manusia. Kalau Islam itu diartikan sebagai paket sempurna seperti zaman rasulullah, maka itu adalah fosil Islam yang sudah tidak berguna lagi.

Baiklah, itulah pemikiran-pemikiran dari pada kelompok jaringan Islam liberal(JIL). Terserah Anda, setuju atau tidak setuju dengan mereka.
Terus apa hubungannya dengan masalah perusakan negeri mereka sendiri, yaitu Indonesia? Kita hanya akan mempresentasikan beberapa saja realita di Indonesia akibat dari perbuatan JIL ini, bukan sekadar teori.
Akhir-akhir ini marak sekali bahwa beberapa anggota JIL memperjuangkan perkawinan sejenis, baik homoseksual atau lesbian. Tentu ini imbas dari pada pemikiran-pemikiran JIL itu sendiri, bukan yang lain. Hal ini bisa kita lihat dari pada perkataan salah satu penganut JIL, yaitu Musdah Mulia Dalam Dialog Publik yang bertema “Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil ‘Alamin dan Sikapnya Terhadap Lesbian Gay Biseksual & Transeksual (LGBT)” di Jakarta, 27 Maret lalu, Musdah menakwil secara ngawur Surat al-Hujurat ayat 3. Dia bilang, semua laki-laki dan perempuan sama, tak peduli etnis, kekayaan, posisi-posisi sosial, bahkan orientasi seksualnya. “Tidak ada perbedaan antara lesbian dan tidak lesbian. Dalam pandangan Allah, orang-orang dihargai didasarkan pada keimanan mereka,” simpul wakil LSM Indonesia Conference of Religions and Peace ini sembari mengutip al-Hujurat ayat 3.
Sungguh luar biasa wanita satu ini yang dengan berani merusak Islam dan Indonesia. Semua orang tahu bahwa seks adalah kenikmatan yang jika tidak dikendalikan akan selalu berlanjut kepada pemuasan lain, sehingga segala hal akan dilakukan demi pemuasan seksual. Apa akibatnya jika tidak ada pengendalian dalam masalah perilaku seksual? Apa akibatnya jika kesempatan dan pikiran hanya digunakan untuk pencarian pemuasan nafsu ini?
Tidak bisa dinafikan lagi bahwa akan hal ini akan menyebabkan punah generasi-generasi berakal sehat yang akan memperjuangkan kemajuan negara. Otak-otak akan berpikir kerdil dan SDM akan mengalami kehancuran yang luar biasa. Sumber daya alam Indonesia yang sudah dikeruk perusahaan asing, tak lagi mendapat perhatian dari anak-anak bangsa. Mengapa masih ada orang-orang seperti Musdah Mulia yang rela menjual negerinya demi sebuah kepentingan berkedok. Naif!
Masih banyak hal-hal lain yang terjadi akibat pemikiran JIL ini, yang merusak Indonesia dan akan terus berkelanjutan. Satu contoh lagi adalah kasus sistem ekonomi yang tidak sesuai syariat Islam. Menurut kelompok JIL sistim ekonomi yang diterapkan Islam sudah basi. Segala sesuatu yang didasarkan pada hukum Tuhan adalah terbelakang, padahal hakikatnya justru Islam adalah pemilik konsep-konsep terbaik bagi manusia. Sekali lagi kita akan mempresentasikan realita yang sudah terjadi di Indonesia, bukan sekadar teori. Kita akan melihat betapa sistim ekonomi yang tidak berprinsip pada ajaran Islam, telah menindas rakyat Indonesia sekeji-kejinya.
Utang luar negeri yang dilakukan saat orde baru telah menghancurkan negeri Indonesia. Rezim yang berkuasa saat itu mengemis kepada AS agar memberikan utang sebagai jalan untuk mengatasai keterpurukan perekonomian Indonesia. Untuk membantu Indonesia, AS menggunakan pendekatan multilateral dengan melibatkan PBB, IMF, ADB, dan Bank Dunia.
Utang itulah akhirnya dijadikan sebagai sandaran pembiayaan untuk membangun Indonesia. Mulai saat itu juga Indonesia jatuh ke dalam jerat utang luar negeri(debt trap). Sikap pemerintah yang selalu bergantung kepada asing menjadi makanan gurih bagi kreditor untuk menguasai sumber daya alam Indonesia serta mengeruk keuntungan finansial dari proyek dan bunga utang.
Dari kenyataan ini kita bisa melihat betapa bunga utang yang diharamkan Islam itu telah menjadi drakula yang terus menghisap darah Indonesia, sehingga lambat laun Indonesia akan menjadi seonggok tulang tanpa darah dan daging. Lemah dan tak punya kekuatan. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk pembangunan negara dan penopang peningkatan SDM, justru digrogoti demi pembayaran utang luar negeri.
Perlu diketahui bahwa selain mengharamkan riba, Islam juga menawarkan model perekonomian yang mengedepankan kepada model pemerataan distribusi. Hal ini dapat dilihat dari adanya sistim zakat. Zakat Ramadan, zakat mal(harta), serta zakat-zakat lainnya yang sangat memperhatikan pemerataan distribusi rezeki. Hal ini sangat kontras dengan sistim ekonomi liberal yang justru mengedepankan pemuasan pribadi yang mengakibatkan pembengkakan kekayaan pada sektor-sektor dan pribadi tertentu. Kita tidak bisa membayangkan, apa akibat yang akan muncul dari penerapan ketidakberadapan sistim ini di Indonesia. Bisa diprediksikan bahwa Negeri yang sudah terpuruk ini akan semakin mengeluarkan nanah dan menyeruakkan bau busuk di mata dunia. Ironis!
Bukan saatnya lagi bagi rakyat Indonesia untuk rela dibodohi dan dirampas hak-hak mereka oleh pihak-pihak yang kurang ajar. Kita harus membuka mata akan penjajahan berkedok yang sedang berlangsung di Indonesia. Kita bangsa Indonesia punya Islam dan akal untuk menfilter segala hal yang terbungkus cover menarik akan tetapi kadang menyimpan bangkai-bangkai busuk. Memang Islam sendiri telah mencakup akal, akan tetapi sesuai dengan pemahaman kebanyakan orang bahwa akal dan agama terpisah, maka kita akan mencoba memahami dari sisi anggapan yang terpisah tersebut. Menfilter dengan akal saja belumlah cukup, mengapa? Karena akal, yang kita sederhanakan sebagai otak, hanyalah sebuah sistem jasadi yang sebenarnya menyimpan kekuatan besar dibaliknya, yaitu ruh(jiwa). Sedikit saja ada kesalahan dalam sistim jasadi ini, maka akan mempengaruhi besar bagi cara berpikir dan proses penfilteran. Satu pembuluh darah saja di otak yang pecah akan mengakibatkan seseorang tak berdaya sama sekali. Sistim medis yang canggih belum tentu mampu megatasi ketidakberdayaan tersebut. Itulah kelemahan manusia. Manusia selalu congkak dan sombong bahwa akalnya mampu menyelesaikan semua masalah kehidupan. Ia tak pernah berpikir dan ingat bahwa akal manusia sangat terbatas. Ia sangat lemah. Hati nuraninya akan jujur mengakui bahwa dirinya lemah jika ia benar-benar dalam keadaan tak berdaya, seperti sakit keras misalnya. Secara tidak langsung ternyata manusia membutuhkan sebuah kekuatan di atasnya, yang menjadi motor akan kekuatan-kekuatannya, Dialah Allah swt. Orang yang mengatakan bahwa agama hanyalah simbol-simbol yang tak berarti dan yang menerjemahkan agama seenak akal mereka(tanpa cara ijtihad yang benar sesuai rekomendasi Allah swt) sejatinya telah menipu hati nurani diri mereka sendiri. Mereka tak lebih dari manusia-manusia sombong yang mendewakan akal yang jika mau jujur sebenarnya kebebasan mereka telah dibatasi kekuatan dan hukum di atasnya, Ialah hukum Allah swt.
Jadi sudah saatnya kita membangun Indonesia dengan tetap menyeimbangkan agama dan akal kita. Biasakan untuk selalu kristis terhadap hal-hal busuk yang kadang menyihir hati nurani kita yang bersih, kemudian menyeret kita dan bangsa Indonesia ini kepada jurang kenistaan. Kita adalah generasi-generasi cerdas yang akan membawa Indonesia dan dunia menuju sebuah peradaban. Masih ada kesempatan.
* * *